Suatu kali saya berkomunikasi dengan seorang kawan lewat layanan elektronik pesan singkat. Dalam kesempatan itu, kawan saya mengutip sebuah nasihat yang dikenal sebagai hadits Nabi Muhammad SAW. Nasihat itu berbunyi: makan sebelum lapar, berhenti sebelum kenyang.

Saya bilang, itu salah. Yang benar adalah makan ketika sudah lapar dan berhenti sebelum kenyang. Saya tambahkan bahwa nasihat itu mirip seperti apa yang pernah disampaikan filosof Tionghoa kenamaan, Konfusius.

Kawan saya itu mengingatkan kembali, bahwa apa yang dia kutip itu adalah hadits Nabi Muhummad SAW. Saya ingatkan balik, bahwa hadits juga ada yang palsu. Dia lantas menyarankan saya untuk mengecek terlebih dahulu kepalsuan atau kebenaran hadits tersebut sebelum menyalahkan. Waktu itu saya memang tidak langsung mengecek.

Kemudian dalam kesempatan lain, kepada seorang kawan lainnya, saya ceritakan kejadian itu. Dia merasa heran jika kawan saya yang pertama itu salah mengutip hadits, karena dia tidak bisa membayangkan hal itu bisa terjadi pada seseorang yang sebenarnya mengerti bahasa Arab. Dia lantas memberi saya link alamat website yang mencantumkan edisi bahasa Arab dari hadits yang dimaksud.

Setelah berdiskusi dengan kawan yang kedua itu saya kemudian tergerak untuk mengecek lewat mesin pencari Google. Saya ketikkan kata kunci “Hadits makan sebelum lapar”. Hasilnya, dari beberapa laman yang saya buka, rata-rata merujuk pada edisi bahasa Arab sebagai berikut:

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع

(Nahnu qoumun laa na’kulu hattaa naju’a wa idza akalna laa nasyba’u)

Menurut pengetahuan bahasa Arab saya yang terbatas, kalimat di atas mengandung arti: Kami adalah kaum yang tidak makan sampai kami lapar, dan jika kami makan tidak sampai kenyang.

Dari berbagai sumber yang saya baca, diterangkan bahwa hadits tersebut mengandung sanad yang dhaif. Di antaranya bisa diperiksa dalam Zaadul Ma’ad dan Al Bidayah Wan Nihayah karya Ibnu Katsir. Walau hadits ini dhaif, ada juga ulama yang mengakui manfaatnya bagi kehidupan. Ada pula mereka yang menyebutnya sebagai hikmah.

Namun demikian, saya heran mengapa banyak juga yang menyamakan nasihat tersebut dengan menerjemahkannya sebagai “makanlah sebelum lapar berhenti sebelum kenyang”. Apa ukuran “sebelum lapar” ini? Apakah itu artinya setiap jam kita harus makan?

Menurut saya, yang benar adalah “makanlah setelah lapar dan berhentilah sebelum kenyang”. Kata “setelah lapar” sangat berbeda dengan “sebelum lapar”. Kita dapat merasakan langsung “setelah lapar” itu. Jadi kita tahu kapan waktunya makan. Dan ini sangat cocok dengan konsep puasa, di mana kita harus menahan lapar dan haus sampai saat berbuka.

NB: Berikut sebuah versi asal-usul “makanlah setelah lapar dan berhentilah sebelum kenyang” saya kutip dari salah satu laman dari hasil penelusuran di mesin pencari Google:

Keterangan yang lebih rinci kita dapat dari seorang ahli hadits, yaitu Al-Ustadz Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. Beliau menyebutkan bahwa lafadz itu didapatnya tertulis pada salah satu kitab yang disebut dengan Ar-Rahmah fii Ath-Thibb wa Ar-Rahmah karya Al-Imam As-Suyuti (wafat 911 H).

Dikutip dari kitab al-Rahmah fi al-Thibb wa al-Hikmah karya Imam al-Suyuthi, ada empat orang dokter ahli berkumpul di istana Raja Persia. Empat dokter ini masing-masing berasal dari Irak, Romawi, India, dan Sudan.

Kepada keempat dokter ini, raja meminta resep atau obat-obatan yang paling manjur dan tidak membawa efek samping. Dokter dari Irak mengatakan, obat yang tidak membawa efek samping adalah minum air hangat tiga teguk setiap pagi ketika bangun tidur.

Dokter dari Romawi mengatakan, obat yang tidak membawa akibat sampingan adalah menelan biji rasyad (sejenis sayuran) setiap hari.

Sedangkan dokter yang dari India mengatakan, obat yang tidak membawa efek samping adalah memakan tiga biji ihlilaj yang hitam tiap hari. Ihlilaj adalah sejenis gandum yang tumbuh di India, Afghanistan, dan China.

Ketika tiba giliran dokter dari Sudan bicara, dia diam saja. Kemudian raja bertanya, “Mengapa engkau diam saja?”

“Wahai Tuanku, air hangat itu dapat menghilangkan lemak ginjal dan menurunkan lambung. Biji rasyad dapat membuat kering jaringan tubuh. Dan ihlilaj juga dapat membuat kering jaringan tubuh yang lain,” jawabnya.

“Kalau begitu menurut kamu, obat apa yang tidak mengandung efek samping?” raja bertanya lagi.

Dokter dari Sudan itu menjawab, “Wahai Tuanku, obat yang tidak mengandung efek samping adalah Anda tidak makan kecuali sesudah lapar. Dan apabila Anda makan, angkatlah tangan Anda sebelum Anda merasa kenyang. Apabila hal itu Anda lakukan, maka Anda tidak akan terkena penyakit kecuali mati,” tandasnya.